Jumat, 31 Mei 2013

Suami Istri Bersentuhan Setelah Wudlu

Tanya:

Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya ingin bertanya tentang hukum suami istri yang bersentuhan setelah berwudhu. Sebagian ulama mengatakan wudhu kita batal setelah bersentuhan dengan istri dengan alasan bukan muhrim (satu darah). Padahal, setelah akad nikah Allah menghalalkan suami istri untuk bersentuhan. Saya baca di al-Qur'an banyak ayat yang menyatakan Allah menghalalkan suami istri untuk bergaul.

Salmi Sarkis

Jawab:
Jika mengacu kepada pendapat mazhab-mazhab yang ada, paling tidak ada dua hukum untuk kasus lelaki menyentuh wanita bukan muhrim (termasuk suami-istri) setelah berwudlu. Pertama, tidak membatalkan wudlu jika sentuhan tersebut tidak disertai dengan syahwat. Pendapat ini diikuti oleh Mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali (dalam pendapat mereka yang masyhur) dan Imami.

Pendapat kedua, sentuhan tersebut membatalkan wudlu, disertai syahwat ataupun tidak. Pendapat ini dianut oleh Mazhab Syafi'i dan Dzahiriy.

Pendapat yang kuat (rajih) adalah pendapat pertama, yang mengatakan bahwa sentuhan pria dan wanita tidak membatalkan wudlu jika tidak disertai rasa syahwat, tetapi jika disertai syahwat maka wudlunya batal. Dasar pendapat ini adalah Rasulullah SAW pernah mencium salah seorang istrinya kemudian melakukan salat tanpa wudlu terlebih dahulu (Sunan Abi Dawud Hadis ke-178 Bab "Wudlu min al-Qublah" dan Sunan Nasai Jilid 1 hal. 104).

Pernyataan Anda bahwa Allah menghalalkan suami istri untuk bersentuhan adalah benar. Bahkan lebih dari itu, seperti mencium dan berhubungan badan pun dihalalkan. Tetapi tidak berarti hal itu tidak membatalkan wudlu bukan?
Kita juga halal dan boleh memegang kemaluan kita, tetapi kenapa wudlu menjadi batal karena memegang kemaluan tersebut? Jadi, bukan berarti segala sesuatu yang halal kita sentuh lantas tidak bisa membatalkan wudlu.

Wa Allahu A'lam


Shocheh Ha
Ditulis oleh Dewan Asatidz  

5 Pilar Keluarga Sakinah

masyarakat adalah cerminan kondisi keleuarga, jika keluarga sehat berarti masyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia berarti masyarakatnya juga bahagia. Ada 5 pilar untuk membentuk keluarga sakinah diantaranya sebagai berikut.

1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan "nggemesi", sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu
(a) menutup aurat,
(b) melindungi diri dari panas dingin, dan
(c) perhiasan.
Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah "nglombrot" menyebalkan.

3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.

4. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst);
(a) memiliki kecenderungan kepada agama,
(b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda,
(c) sederhana dalam belanja,
(d) santun dalam bergaul dan
(e) selalu introspeksi.

5. Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar'i), yakni
(a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah),
(b) anak-anak
yang berbakti,
(c) lingkungan sosial yang sehat , dan
(d) dekat rizkinya.

Wassalam,
Karya : Agussyafii

Kamis, 30 Mei 2013

Kisah Pengantin Baru Masuk Surga

Pada suatu hari laki-laki bernama Julaibiib menghadap Rasulullah. Julaibiib adalah orang yang sangat melarat. Dia bertanya:

"Ya Rasulullah! Jika aku mati dalam keadaanku yang beriman ini apakah Allah akan memasukkan aku kedalam surga dan mengawinkan aku dengan bidadari?"

Jawab Rasulullah:
 
"Ya tentu, Insya Allah!

Tanya Julaibiib:

"Mengapa sahabat-sahabat tuan setiap yang aku lamar putrinya, semuanya menolak dan tidak menikahkan putrinya denganku?"

Jawab Rasulullah:
"Pergilah kamu kerumah keluarga fulan dan katakanlah kepadanya bahwa Rasulullah memerintahkan kepada Anda agar menikahkan putrinya kepadaku".

Keluarga itu pun akhirnya sepakat untuk menikahkan Julaibiib dengan putri mereka. Akan tetapi sebelum Julaibiib sempat masuk ke kamar pengantin, dia mendengar panggilan masuk berjihad. Maka dia pun lari dan bergabung dengan pasukan perang.

Ketika perang telah usai,
Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat:
"Siapa diantara kawan-kawan kalian yang sekarang tidak tampak dan mungkin menjadi syahid?"

Para sahabat pun menyebutkan beberapa nama, tetapi tidak menyebut nama Julaibiib karena dia belum banyak dikenal.

Lalu Rasulullah SAW bersabda:

"Apakah aku justru kehilangan Julaibiib, marilah kita bersama mencarinya".
Akhirnya Rasulullah menemukan jasad Julaibiib tergeletak mati sebagai syahid ditengah tujuh mayat orang kafir yang baru dilawannya. Lalu Rasulullah SAW pun duduk disamping jasad Julaibiib dan mengangkat kepalanya ke pangkauan beliau sambil menangis. Tetapi sesaat kemudian beliau tersenyum dan memalingkan wajahnya. Maka Para sahabat pun bertanya:

"Sungguh aneh sekali keadaan tuan, Ya Rasulullah! Tuan menangis lalu tersenyum dan memalingkan wajah tuan".

Rasulullah
bersabda:
"Ya, aku menangis karena perpisahan dengan saudaraku ini, dan aku tersenyum ketika Allah memperlihatkan kepadaku tempatnya di surga. Aku palingkan wajahku ketika aku melihat istrinya, seorang bidadari dari surga, aku turun ke bumi lalu masuk diantara kulit dan bajunya, kemudian mengangkatnya ke surga di haribaan-Nya, di alam kelanggengan".

Dua Kali Selamat dari Tersedak

  
Oleh: Eddy Roesdiono

Kalau ada yang bertanya siapa saya harus berterimakasih karena dua kali menyelamatkan nyawa saya, dialah istri saya tercinta. Dua kali saya tersedak, dan dua kali pula ia membuat saya lolos dari maut. Yang pertama dengan teknik pukul punggung asal-asalan, yang kedua dengan teknik Heimlich Maneuver yang sama-sama pernah kami pelajari.

Kasus pertama terjadi 12 tahun lalu. Kala itu istri membawa pulang manisan coklat oleh-oleh bosnya dari Jepang. Coklat itu lembek, kental dan lekat. Saya makan coklat itu sambil asyik bekerja di depan komputer di kamar. Entah bagaimana cara saya makan coklat itu, tahu-tahu gumpalan coklat berhenti di kerongkongan, tak bisa turun dan tak bisa naik ke rongga mulut. 

Tentu saja saya tidak bisa tarik nafas. Kontan saya berdiri dan mencari istri di ruang makan. Saya berusaha tenang, dan memberi kode pada istri dengan menyilangkan tangan melintas leher; tanda bahwa saya tidak bisa bernafas. 

Melihat tanda itu plus mata saya yang mendelik, ia sigap. Ia pukul-pukul leher saya. Tapi salah titik pukul. Saya memberi kode agar ia memukul punggung atas. Dan istri saya lakukannya. Gumpalan coklat meluncur ke arah perut. Saya bisa bernafas kembali, setelah hampir melewati satu menit keputusasaan. Sejak itu, saya tak berani makan coklat lembek dan makanan yang memiliki daya lekat. 

Namun, sewaspada-waspadanya orang, saya lupa juga. Sekitar tujuh tahun lalu, saya balik dari kantor. Istri sedang mencuci mobil di garasi. Di meja makan saya dapati kue-kue ke­ring khas desa kiriman tetangga yang punya hajatan di desa. 

Lapar, saya raih sebongkah kue dan saya santap. Remah-remah kue kering ini menimbulkan gatal di tenggorok dan saya terbatuk. Ketika hendak menarik nafas, remahan-remahan kue menyumbat jalan nafas. Wuih! Saya tersedak lagi! Kali ini istri menggunakan metode yang benar. Ia pukul-pukul belahan tengah punggung atas saya dengan bilah bawah tangah kanan, dan kemudian ia rangkul saya sambil mendekapkan kedua tangan; dan ibu jari ditekan-tekan keras ke bentukan segitiga di bawah tulang dada. 

Tekanan kedua ibu jari ke atas berkali-kali itu sukses mendorong ke atas makanan yang menyumbat kerongkongan. Saya bisa bernafas lagi, dan masih bisa menghirup udara segar. Dua kali sudah istri saya dibimbing Tuhan menyelamatkan nyawa suaminya.

Pada kasus kedua, istri saya menggunakan teknik yang lebih benar, yakni Heimlich Maneuver, yang sama-sama pernah kami baca dan pelajari dari internet. Teknik ini layak dipelajari oleh siapa saja untuk membantu menyelamatkan orang lain yang tersedak. Tersedak adalah kecelakaan fatal akibat tersumbatnya saluran nafas karena makanan atau benda-benda lain yang tertelan. Benda-benda itu bisa saja benda rumahan atau mainan kecil (pada anak-anak), atau gigi palsu (pada orang dewasa).

Saya sarankan Anda dan anggota keluarga yang lain mempelajari teknik Heimlich Maneuver.

Rabu, 29 Mei 2013

Kisah elok wanita shalihah Su'da bint 'Auf dan suaminya

Berapa banyak problem yang terjadi dibeberapa rumah karena seorang suami kehilangan wajah ceria dan berseri-seri diganti dengan wajah istrinya yang cemberut, Berapa banyak wanita yang
 dingin perasaannya tidak peka dengan suaminya…?

Saudariku Muslimah…

Mari kita perhatikan kisah Su'da binti 'Auf, istri Thalhah bin 'Ubaidillah*, ketika dia menemui suaminya yang sedang dalam keadaan gundah gulana, sedangkan dia tidak tahu sebabnya, Su'da khawatir barangkali ia telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri, atau telah melalaikan hak suaminya …

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ يَحْيَى -بن طلحة بن عبيد الله- قَالَ : حَدَّثَتْنِي جَدَّتِي سُعْدَى بِنْتُ عَوْفٍ الْمُرِّيَّةُ قَالَتْ : دَخَلْتُ عَلَى طَلْحَةَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقُلْتُ : مَا لِي أَرَاكَ ، أَرَابَكَ شَيْءٌ مِنْ أَهْلِكَ فَنُعْتِبَ ؟ قَالَ : نِعْمَ حَلِيلَةُ الْمَرْءِ أَنْتِ ، وَلَكِنْ عِنْدِي مَالٌ قَدْ أَهَمَّنِي أَوْ غَمَّنِي قَالَتْ : اقْسِمْهُ ، فَدَعَا جَارِيَتَهُ ، فَقَالَ : ادْخُلِي عَلَى قَوْمِي ، فَأَخَذَ يَقْسِمُهُ ، فَسَأَلْتُهَا ، كَمْ كَانَ الْمَالُ ؟ فَقَالَتْ : أَرْبَعُمِئَةِ أَلْفٍ.


Su'da berkata: "Pada suatu hari, aku menemui Thalhah bin 'Ubaidillah, aku bertanya kepadanya: Ada apa denganmu? Apakah istrimu ini telah membuat kacau fikiranmu? Aku ingin memperbaiki kesalahanku. Thalhah bin Ubaidillah menjawab: Tidak wahai istriku, sebaik-baiknya istri seseorang adalah engkau, tetapi karena aku mempunyai banyak uang yang membuat aku gundah & bingung (aku tidak tahu bagaimana mempergunakan uang ini? –pent). Su'da berfikir, ternyata itulah yang membuat suaminya gundah gulana. Su'da berkata: (Kalau begitu) "Bagikanlah uang itu." Lalu dia memanggil budaknya dan berkata: "Temuilah kaumku", maka dia mulai membagikan uang itu (diantara mereka) ." Aku bertanya kepadanya: "Berapa banyak uang itu?" Budak itu menjawab : "Empat ratus ribu".

(lihat :Ath- Thbaqaatu Al-Kabir li Ibni As-Sa'ad 3/201).

Inilah gambaran cahaya yang menerangi pergaulan antara suami istri, nampak bagi kita sebagian prinsip yang paling penting ini telah hilang pada kebanyakan rumahtangga pada saat sekarang ini:

1. Su'da menelusuri perasaan suaminya, Su'da merasakan kelelahan suami, Su'da ikut merasakan kegundahan suaminya, Su'da bergembira dengan kegembiraan suami, Su'da sedih dengan kesedihan suami, bukan itu saja bahkan Su'da meragukan dengan dirinya barangkali dia penyebab kegundahan suaminya, demikian pula Su'da siap untuk kembali dari kesalahan agar kembali lagi senyuman suami dan kesenangannya.


2. Su'da mengungkapkan yang ada dalam dirinya, tatkala mendengar jawaban suami, menganjurkan suaminya untuk bershadaqah dan berinfaq, Su'da adalah wanita yang zuhud membiarkan keinginan dirinya, membiarkan kelezatan untuk dirinya dari pakaian baru atau perhiasan atau bepergian dengan suaminya atau yang lain dari kesenangan dunia yang dipikirkan oleh kebanyakan wanita hari ini, Su'da berkata dengan tidak ragu-ragu: "Temuilah kaummu kemudian bagikan uang itu diantara mereka".


3. Tidak mungkin kita menutup sisi yang lain dari kisah tersebut sosok suami yang shalih yang menyanjung istrinya ia berkata: "Sebaik-baik istri seseorang adalah engkau wahai istriku". inilah gaya bahasa yang bisa menawan hati seorang istri ketika mendengar seperti ungkapan yang baik ini dari manusia yang paling dibanggakannya.


Saudariku…

Istri shalihah merasakan apa yang dirahasakan suaminya, selalu menyertainya dengan penuh cinta, sehingga ada kecocokan hati yang membuahkan kebahagian rumah tangga yang sebenarnya… Penuh kecintaan disetiap sudut rumahnya, anak-anaknya merasakan kebahagiaan dengan sebab itu.

Apabila suaminya dalam keadaan gembira maka istri shalihah tidak mau membikin keruh suaminya. Jika suaminya dalam keadaan sedih , istri shalihah tidak gembira, tidak tertawa dihadapannya dan tidak mengangkat suaranya dalam berbicara -seolah urusan suami tidak penting-, bahkan istri shalihah berupaya untuk menghilangkan kegundah-gulanaannya dengan sarana apa saja yang bisa melegakan suaminya.


Wanita shalihah mengetahui bahwa kata-kata penuh cinta dan kasih sayang kepada suaminya akan memberikan pengaruh ke lubuk hati suaminya tatkala mendengar ucapan-ucapan baik dan manis sehingga menambah kebahagian dan kesenangannya.


Istri sholihah mengetahui bahwa wajah berseri-seri dan ceria menyambut suaminya dengan kata-kata yang baik, senyuman, pakaian yang bersih, dan harum apabila suami pulang dari pekerjaan yang melelahkannya, maka hal tersebut akan menambah kebahagiaan berumah tangga.


Begitu pula suami yang shalih akan berupaya untuk membahagiakan istri yang dicintainya….


Semoga bermanfa'at


Nurudin Muhammad Fattah Sulaiman

Makkah Al Mukarramah 26/01/1434 H

Kisah Seorang Istri Shalihah

Di Madinah ada seorang wanita cantik yang shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.

Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya. Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut. Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub. Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangung mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang mandolin yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, Alhamdulillah ‘ala kulli halin. “Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban.”Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. “Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku.” Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, “Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini.” Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, “Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku.”

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyuan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.

Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.

Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi da’i besar di kota Madinah.Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan “bukan permata biasa”.

(Dari kumpulan kisah nyata, Abdur Razak bin Al Mubarak)

Senin, 27 Mei 2013

Keluarga Muslim Hidup Sederhana

Dalam sistem kapitalis, kebahagiaan diukur dengan materi. Hidup masa kini tidak sah tanpa berbagai atribut kemewahan. Banyak  yang selalu merasa tidak cukup, meski sudah hidup layak. Hidup sederhana menjadi barang langka.  Saking tidak bisanya hidup sederhana, ada orang yang sedang dihukum pun nekad membawa kemewahan ke dalam penjara. Kalau pun ada (banyak) orang yang hidup sederhana, itu karena terpaksa hidup seadanya akibat terjepit nasib dan pemiskinan.

Perilaku hura-hura dan konsumtif sudah menjadi budaya. Keinginan hidup mewah bukan hanya di kalangan berada, tetapi juga di kalangan golongan kurang mampu. Kemewahan bukan lagi sekedar pamer materi, tetapi memanipulasi suatu keinginan sehingga menjadi keharusan demi kepuasan. Akibatnya, tindak korupsi dan kriminalitas merajalela.

Keadaan ini sudah demikian parah dan membahayakan. Oleh karena itu, kita harus mulai dari sekarang gerakan hidup sederhana.

Perintah Hidup Sederhana


Perilaku hidup sederhana bertentangan dengan pola hidup konsumerisme, yang memandang kebahagiaan individu hanya dapat dicapai dengan mengkonsumsi, membeli dan memiliki apapun yang diinginkan meskipun melebihi batas kebutuhan dasar.

Islam mengajarkan agar kita membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Islam mengecam orang yang menumpuk harta dengan memasukannya ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Mereka yang suka menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah: 34).

“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana
. (HR. Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

Setiap muslim harus waspada terhadap apa yang dimilikinya, janganlah sesuatu yang diharamkan Allah, tidak berlebih-lebihan, tidak boros dan bermain-main dengan harta. Jika dia mempunyai harta yang banyak dan rezkinya lapang, lebih baik memberi shadaqah kepada fakir miskin.

Nabi Teladan Hidup Sederhana

Selama hidupnya Nabi penuh kesederhanaan, baik dalam sikap perilakunya maupun apa yang dimilikinya: sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Termasuk dalam membelanjakan uang negara. Keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.

Nabi hidup sederhana bukan karena miskin. Nabi sebagai seorang kepala negara bisa hidup mewah, kalau mau. Faktanya Nabi saw sanggup memberikan kambing sebanyak 1 bukit kepada seorang kepala suku yang baru masuk Islam, Malik bin Auf. Dengan kesederhanaan keluarga Nabi, beliau bisa mengoptimalkan hartanya untuk kesejahteraan rakyatnya, kepentingan dakwah dan jihad fi sabilillah. 

Nabi menolak tempat tidur yang empuk. Bantal Nabi terbuat dari kumpulan sabut kelapa. Tikar yang beliau gunakan untuk tidur meninggalkan bekas dipunggungnya. Saat meninggal dunia, beliau dalam keadaan berbaring ditempat tidur dengan menggunakan selimut kasar dan pakaian yang sangat sederhana.
Rasulullah saw bersabda: “Makanlah dan minumlah, berpakaian, dan bersedekahlah, tanpa berlebihan dan tidak sombong” (HR. Ahmad).  Nabi makan hanya beberapa suap saja, asal cukup untuk menegakkan tulang rusuknya. 
Para sahabat Rasulullah saw pada suatu hari menyebut-nyebutkan di sisi beliau itu tentang hal dunia -yakni perihal kesenangan, kekayaan dan lain-lain. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah engkau semua mendengar, tidakkah engkau semua mendengar bahwa badzadzah (keadaan yang serba kusut dan meninggalkan pakaian yang indah-indah) itu termasuk keimanan, bahwa badzadzah itu termasuk keimanan.” Yakni taqahhul (orang yang kering kulitnya karena keadaan hidupnya yang serba kasar dan meninggalkan kemewahan dalam segala hal) (HR Abu Dawud).

Rasulullah saw diberi hadiah sejenis pakaian luar dari sutera. Beliau memakainya untuk mendirikan salat. Ketika selesai salat, beliau segera menanggalkannya dengan keras seperti tidak menyukainya, kemudian bersabda: “Tidak pantas pakaian ini untuk orang-orang yang bertakwa” (HR Muslim). 

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mengenakan pakaian sutera di dunia, maka ia tidak akan memakainya di akhirat” (HR Muslim).

Dari Qatadah ia berkata: Kami bertanya kepada Anas bin Malik: “Pakaian apakah yang paling disukai dan dikagumi Rasulullah saw?” Anas bin Malik ra menjawab: “Kain hibarah (pakaian bercorak terbuat dari kain katun)”. (HR Muslim).

Ibn Sina pernah berkata “Berkah dan Hikmah dari Allah tidak akan masuk ke dalam perut yang sudah penuh dengan makanan. Barang siapa sedikit makan dan minumnya, maka akan sedikit pula tidurnnya. Barang siapa sedikit tidurnya, maka akan terlihat jelas dan nyata berkah pada umur dan waktunya.”

Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian minum di bejana emas dan perak, janganlah kalian makan di piring emas dan perak, karena emas dan perak itu milik mereka (orang-orang kafir) di dunia dan milik kalian di akhirat” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hikmah Hidup Sederhana


Kehidupan kita menjadi tenang dan harmonis, sebab berbelanja sesuai kemampuan.  Orang yang sederhana, hidupnya tidak diburu oleh nafsu yang membinasakan, pikiran selalu kurang, dan berbagai ambisi yang membuat jiwa semakin kering.

Menghindari sikap hidup boros dan berlebih-lebihan, yang berakibat menimbulkan penyesalan, kerugian, lilitan hutang,  harta terbuang-buang percuma dan tersalurkan kepada sesuatu yang tidak semestinya.
Kemewahan membuat seseorang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, dan selalu merasa kurang.Hidup sederhana, membuat kita memiliki kelebihan harta untuk membantu fakir miskin (baik zakat, infak, sodaqoh dan hibah). 

Kesederhanaan bisa menimbulkan empati dan merekatkan semua kelompok dalam masyarakat. Orang kaya yang sederhana, mudah membangun relasi dengan orang miskin. Pemimpin yang sederhana bisa berinteraksi dengan rakyatnya tanpa ada jurang pemisah,  dan dicintai rakyatnya. Pemimpin yang hobi menumpuk harta akan dibenci dan ditumbangkan rakyatnya.

Orang yang hidup sederhana, ketika kekurangan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta agar dihormati. Ketika mempunyai harta lebih, tidak tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk harta, dan memanjakan diri dengan segala fasilitas serba lux.

Tips Hidup Sederhana


Tanamkan bahwa nilai kebahagiaan hidup adalah menggapai ridho Alloh, dengan memperbanyak ketaatan kepada Alloh SWT. Sumber kebahagiaan bukan materi. Bangun sikap qona’ah, yaitu merasa rela menerima segala pemberianNya dan selalu merasa cukup dengan apa yang ada.

Berbelanja barang yang dibutuhkan dan berdasarkan fungsinya. Bukan berdasarkan nafsu dan gengsi, serta tidak berlebihan, sehingga tidak habis waktu untuk merawat harta yang kita miliki. Waktu yang ada bisa lebih banyak digunakan untuk beribadah.

Meningkatkan iman dan memperbanyak amal sholih dengan niat ikhlas karena Alloh semata. Sehingga visi dan misi hidup semakin jelas.

Meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit, sehingga kita selalu berusaha memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada sesama manusia. Hidup kita akan terasa panjang, indah, dan selalu penuh nilai.

Memperbanyak sedekah sebagai tanda syukur terhadap nikmat yang ada, dan sabar jika diberi kesempitan. Peduli terhadap penderitaan orang lain. Mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan daripada dirinya sendiri.

Hidup sederhana harus ditanamkan sejak dini dalam lingkungan keluarga, agar perilaku dan pola pikir hidup sederhana betul-betul menjadi jalan hidup (way of life) bagi seluruh anggota keluarga muslim. Imam Ghozali: “Tidak boleh orangtua membiasakan anaknya hidup enak bergelimangan harta, memakai perhiasan dan alat-alat yang serba lux. Jika anak dibiasakan sejak dini dengan gaya hidup mewah, maka ia akan menghabiskan umurnya dalam kehidupan yang serba mewah itu. Akibatnya, ia akan jatuh ke dalam jurang kehancuran selama-lamanya”.

[Ummu Hafizh

Istri Salihah Menunjang Kesuksesan Dakwah



Ummul mukminin, Khadijah ra, sungguh merupakan wanita pertama yang beriman kepada Allah dan Rasulullah Saw dengan kefitrahan nalurinya. Ia yakin bahwa Muhammad memiliki akhlak yang mulia dan sempurna. Ia juga sangat yakin jika suaminya itu memiliki kekuatan yang luar biasa, perilaku yang sangat terpuji dan kebiasaan yang sangat utama. Maka wajarlah jika Khadijah menjadi orang pertama yang membenarkan risalah Islam setelah Beliau menerima wahyu pertama kali di Gua Hira’.

Khadijah memiliki peranan penting dalam kehidupan Rasulullah Saw, karena dia adalah sosok wanita berpengaruh di tengah kaum Qurays, disamping juga karena dia memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Dia adalah wanita penyayang, arif, bijaksana, berpendirian teguh dan akhlak mulia lainnya. Allah sengaja memberi petunjuk kepada Rasulullah untuk menikahi seorang wanita yang sangat ideal tersebut, karena beliau adalah seorang panutan bagi seluruh makhluk, lebih khusus bagi kalangan para dai. Peran penting Khadijah menjadi teladan bagi istri para pengemban dakwah Islam. Khadijah adalah panutan yang sangat ideal.

Dalam dunia dakwah para dai adalah orang-orang yang memikul beban berat. Terlebih Rasulullah Saw. Beliau adalah sosok yang sangat khawatir jika sampai umatnya tersia-siakan, kehancuran merajalela dan keluarganya tertimpa kesulitan. Beliau adalah pribadi yang sangat takut jika kaum muslimin  di ujung Timur dan barat dilanda berbagai serangan konspirasi yang datang dari luar, seperti diperlakukan secara zalim, diboikot sehingga merek kelaparan dan direndahkan. Rasulullah juga sangat takut jika para dai Islam diusir, dipersulit dan diganggu.

Sebagai pengemban risalah, Rasulullah Saw diwajibkan untuk menyampaikannya kepada umat manusia. Tanggung jawab ini sangat berat dan tidak mengenal batas waktu, bahkan telah merenggut sebagian besar waktu tidur, waktu istirahat, waktu luang untuk istri dan anak-anaknya. Aktivitas dakwah telah menuntut Beliau untuk mengorbankan waktu, tenaga dan juga harta serta urusan dunia lainnya demi mencari ridha Allah dan berjuang di jalan-Nya. Tugas yang maha berat ini tidak cukup hanya dengan modal istri yang mulia, takwa, cantik, dan terhormat. Beliau juga membutuhkan istri yang memahami kewajiban dakwah dan kepentingannya, istri yang benar-benar mengerti apa yang menjadi tugas suaminya, beban, dan penderitaan berat yang harus dia tanggung. Dia istri yang setia mendampingi sang suami, meringankan, dan membantu menyelesaikan tugas-tugasnya, bukan malah menjadi penghalang dan penghambat jalan sang suami.

Sesungguhnya, istri salihah memiliki peran penting bagi suksesnya sebuah dakwah, sebagaimana peran Khadijah di sisi Nabi saw. Ketika itu beliau pertama kali menerima wahyu dari Allah dan sungguh tidak diragukan lagi bahwa Khadijah merupakan istri salihah Nabi yang berperan penting demi kesuksesan suaminya dalam mengemban risalah, terutama risalah yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Berdakwah atau mengajak kepada Allah adalah tugas agung yang harus ditanggung oleh setiap manusia. Manakala dia memiliki istri yang salihah maka hal tersebut menunjang kesuksesan dakwahnya. Benar sekali apa yang disabdakan oleh beliau, “Dunia adalah kesenangan belaka, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah istri yang shalihah.”

Karena itu wajar jika Rasulullah sangat mencintai Khadijah. Khadijah wanita mulia salah satu penghuni surga. Allah swt dan malaikat Jibril bahkan pernah berkirim salam padanya. Diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab Fadhail Ash-Shahabah dari Abu Hurairah, dia berkata, ”Suatu hari Jibril mendatangi Rasulullah, lalu dia berkata, ”Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah, sungguh dia telah mendatangimu dengan membawa wadah yang berisi makanan. Jika dia datang, tolong sampaikan salam dari Tuhan Penciptanya dan juga dariku kepada dia. Sampaikan kepadanya berita gembira bahwa kelak dia akan masuk surga dan menempati istana mutiaranya. Disana tidak ada kegaduhan dan rasa letih.”

Jika anda ingin mendapatkan apa yang telah didapat oleh Khadijah, maka teladanilah bagaimana perjuangan beliau saat hidup bersama Rasulullah dan mendampingi Rasulullah Saw saat berdakwah. Jangan malah sibuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender seperti yang dilakukan oleh para wanita liberal, yang menginginkan hak-haknya sama persis dengan laki-laki. Wallahu a’lam bissawab.

(shodiq ramadhan)

Minggu, 26 Mei 2013

Kisah Nyata yang Langka: Kesabaran Seorang Istri Shalihah Menghadapi 17 Tahun Kemandulan Kemudian Mendapatkan Anak Pertama Terserang Penyakit Aneh yang Kompleks

Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung dan urat nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Mansiah (Sebab-Sebab Yang Terlupakan). Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah tersebut ada nasihat dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita.

Sang dokter berkata: Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat. Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian aku lakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah Subhanaahu wa Ta’ala menentukan agar jantungnya kembali berfungsi. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala .

Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan kepadanya: “Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati.”

Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?

Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: “Engkaulah penyebabnya!” Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: “Alhamdulillah.” Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.

Sepuluh hari berlalu, mulailah sang anak bergerak-gerak. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala serta menyampaikan kabar gembira sebuah kebaikan yaitu bahwa keadaan otaknya telah berfungsi.
Pada hari ke-12, jantungnya kembali berhenti bekerja disebabkan oleh pendarahan tersebut. Kami pun melakukan proses kejut jantung selama 45 menit, dan jantungnya tidak bergerak. Maka akupun mengatakan kepada ibunya: “Kali ini menurutku tidak ada harapan lagi.” Maka dia berkata: “Alhamdulillah, ya Allah jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.”

Maka dengan memuji Allah, jantungnya kembali berfungsi, akan tetapi setelah itu jantung kembali berhenti sampai 6 kali hingga dengan ketentuan Allah Subhanaahu wa Ta’ala spesialis THT berhasil menghentikan pendarahan tersebut, dan jantungnya kembali berfungsi. Berlalulah sekarang 3,5 bulan, dan anak tersebut dalam keadaan koma, tidak bergerak.

Kemudian setiap kali dia mulai bergerak dia terkena semacam pembengkakan bernanah aneh yang besar di kepalanya, yang aku belum pernah melihat semisalnya. Maka kami katakan kepada sang ibu bahwa putra anda akan meninggal. Jika dia bisa selamat dari kegagalan jantung yang berulang-ulang, maka dia tidak akan bisa selamat dengan adanya semacam pembengkakan di kepalanya. Maka sang ibu berkata: “Alhamdilillah.” Kemudian meninggalkanku dan pergi. Setelah itu, kami melakukan usaha untuk merubah keadaan segera dengan melakukan operasi otak dan urat syaraf serta berusaha untuk menyembuhkan sang anak. Tiga minggu kemudian, dengan karunia Allah Subhanaahu wa Ta’ala , dia tersembuhkan dari pembengkakan tersebut, akan tetapi dia belum bergerak.

Dua minggu kemudian, darahnya terkena racun aneh yang menjadikan suhunya 41,2oC. maka kukatakan kepada sang ibu: “Sesungguhnya otak putra ibu berada dalam bahaya besar, saya kira tidak ada harapan sembuh.” Maka dia berkata dengan penuh kesabaran dan keyakinan: “Alhamdulillah, ya Allah, jika pada kesembuhannya terdapat kebaikan, maka sembuhkanlah dia.”

Setelah aku kabarkan kepada ibu anak tersebut tentang keadaan putranya yang terbaring di atas ranjang nomor 5, aku pergi ke pasien lain yang terbaring di ranjang nomor 6 untuk menganalisanya. Tiba-tiba ibu pasien nomor 6 tersebut menangis histeris seraya berkata: “Wahai dokter, kemari, wahai dokter suhu badannya 37,6o, dia akan mati, dia akan mati.” Maka kukatakan kepadanya dengan penuh heran: “Lihatlah ibu anak yang terbaring di ranjang no 5, suhu badannya 41o lebih sementara dia bersabar dan memuji Allah.” Maka berkatalah ibu pasien no. 6 tentang ibu tersebut: “Wanita itu tidak waras dan tidak sadar.”  Maka aku mengingat sebuah hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang indah lagi agung:

(طُوْبَى لِلْغُرَبَاِء) “Beruntunglah orang-orang yang asing.”

Sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, akan tetapi keduanya menggoncangkan ummat. Selama 23 tahun bekerja di rumah sakit aku belum pernah melihat dalam hidupku orang sabar seperti ibu ini kecuali dua orang saja.

Selang beberapa waktu setelah itu ia mengalami gagal ginjal, maka kami katakan kepada sang ibu: “Tidak ada harapan kali ini, dia tidak akan selamat.” Maka dia menjawab dengan sabar dan bertawakkal kepada Allah: “Alhamdulillah.” Seraya meninggalkanku seperti biasa dan pergi.

Sekarang kami memasuki minggu terakhir dari bulan keempat, dan anak tersebut telah tersembuhkan dari keracunan. Kemudian saat memasuki pada bulan kelima, dia terserang penyakit aneh yang aku belum pernah melihatnya selama hidupku, radang ganas pada selaput pembungkus jantung di sekitar dada yang mencakup tulang-tulang dada dan seluruh daerah di sekitarnya. Dimana keadaan ini memaksaku untuk membuka dadanya dan terpaaksa menjadikan jantungnya dalam keadaan terbuka. Sekiranya kami mengganti alat bantu, anda akan melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda..

Saat kondisi anak tersebut sampai pada tingkatan ini aku berkata kepada sang ibu: “Sudah, yang ini tidak mungkin disembuhkan lagi, aku tidak berharap. Keadaannya semakin gawat.” Diapun berkata: “Alhamdulillah.” Sebagaimana kebiasaannya, tanpa berkata apapun selainnya.

Kemudian berlalulah 6,5 bulan, anak tersebut keluar dari ruang operasi dalam keadaan tidak berbicara, melihat, mendengar, bergerak dan tertawa. Sementara dadanya dalam keadaan terbuka yang memungkinkan bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda, dan ibunyalah yang membantu mengganti alat-alat bantu di jantung putranya dengan penuh sabar dan berharap pahala.

Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu?

Sebelum kukabarkan kepada anda, apakah yang anda kira dari keselamatan anak tersebut yang telah melalui segala macam ujian berat, hal gawat, rasa sakit dan beberapa penyakit yang aneh dan kompleks? Menurut anda kira-kira apa yang akan dilakukan oleh sang ibu yang sabar terhadap sang putra di hadapannya yang berada di ambang kubur itu? Kondisi yang dia tidak punya kuasa apa-apa kecuali hanya berdo’a, dan merendahkan diri kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala ?

Tahukah anda apa yang terjadi terhadap anak yang mungkin bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda 2,5 bulan kemudian?

Anak tersebut telah sembuh sempurna dengan rahmat Allah Subhanaahu wa Ta’ala sebagai balasan bagi sang ibu yang shalihah tersebut. Sekarang anak tersebut telah berlari dan dapat menyalip ibunya dengan kedua kakinya, seakan-akan tidak ada sesuatupun yang pernah menimpanya. Dia telah kembali seperti sedia kala, dalam keadaan sembuh dan sehat. Kisah ini tidaklah berhenti sampai di sini, apa yang membuatku menangis bukanlah ini, yang membuatku menangis adalah apa yang terjadi kemudian:

Satu setengah tahun setelah anak tersebut keluar dari rumah sakit, salah seorang kawan di bagian operasi mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang laki-laki berserta istri bersama dua orang anak ingin melihat anda. Maka kukatakan kepadanya: “Siapakah mereka?” Dia menjawab, “tidak mengenal mereka.”
Akupun pergi untuk melihat mereka, ternyata mereka adalah ayah dan ibu dari anak yang dulu kami operasi. Umurnya sekarang 5 tahun seperti bunga dalam keadaan sehat, seakan-akan tidak pernah terkena apapun, dan juga bersama mereka seorang bayi berumur 4 bulan. Aku menyambut mereka, dan bertanya kepada sang ayah dengan canda tentang bayi baru yang digendong oleh ibunya, apakah dia anak yang ke-13 atau 14? Diapun melihat kepadaku dengan senyuman aneh, kemudian dia berkata: “Ini adalah anak yang kedua, sedang anak pertama adalah anak yang dulu anda operasi, dia adalah anak pertama yang datang kepada kami setelah 17 tahun mandul. Setelah kami diberi rizki dengannya, dia tertimpa penyakit seperti yang telah anda ketahui sendiri.”

Aku tidak mampu menguasai jiwaku, kedua mataku penuh dengan air mata. Tanpa sadar aku menyeret laki-laki tersebut dengan tangannya kemudian aku masukkan ke dalam ruanganku dan bertanya tentang istrinya. Kukatakan kepadanya: “Siapakah istrimu yang mampu bersabar dengan penuh kesabaran atas putranya yang baru datang setelah 17 tahun mandul? Haruslah hatinya bukan hati yang gersang, bahkan hati yang subur dengan keimanan terhadap Allah Subhanaahu wa Ta’ala .”

Tahukah anda apa yang dia katakan?

……..Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu?

Diamlah bersamaku wahai saudara-saudariku, terutama kepada anda wahai saudari-saudari yang mulia, cukuplah anda bisa berbangga pada zaman ini ada seorang wanita muslimah yang seperti dia.
Sang suami berkata: “Aku menikahi wanita tersebut 19 tahun yang lalu, sejak masa itu dia tidak pernah meninggalkan shalat malam kecuali dengan udzur syar’i. Aku tidak pernah menyaksikannya berghibah (menggunjing), namimah (adu domba), tidak juga dusta. Jika aku keluar dari rumah atau aku pulang ke rumah, dia membukakan pintu untukku, mendo’akanku, menyambutku, serta melakukan tugas-tugasnya dengan segenap kecintaan, tanggung jawab, akhlak dan kasih sayang.”

Sang suami menyempurnakan ceritanya dengan berkata: “Wahai dokter, dengan segenap akhlak dan kasih sayang yang dia berikan kepadaku, aku tidak mampu untuk membuka satu mataku terhadapnya karena malu.” Maka kukatakan kepadanya: “Wanita seperti dia berhak mendapatkan perlakuan darimu seperti itu.” Kisah selesai.

Kukatakan:

Saudara-saudariku, kadang anda terheran-heran dengan kisah tersebut, yaitu terheran-heran terhadap kesabaran wanita tersebut, akan tetapi ketahuilah bahwa beriman kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala dengan segenap keimanan dan tawakkal kepada-Nya dengan sepenuhnya, serta beramal shalih adalah perkara yang mengokohkan seorang muslim saat dalam kesusahan, dan ujian. Kesabaran yang demikian adalah sebuah taufik dan rahmat dari Allah Subhanaahu wa Ta’ala .

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَحُزْنٍ وَلاَ أَذىً وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا خَطاَيَاهُ

“Tidaklah menimpa seorang muslim dari keletihan, sakit, kecemasan, kesedihan tidak juga gangguan dan kesusahan, hingga duri yang menusuknya, kecuali dengannya Allah Subhanaahu wa Ta’ala akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari (5/2137))

Maka, wahai saudara-saudariku, mintalah pertolongan kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala , minta dan berdo’alah hanya kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala terhadap berbagai kebutuhan anda sekalian.
Bersandarlah kepada-Nya dalam keadaan senang dan susah. Sesungguhnya Dia Subhanaahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik pelindung dan penolong.

Mudah-mudahan Allah Subhanaahu wa Ta’ala membalas anda sekalian dengan kebaikan, serta janganlah melupakan kami dari do’a-do’a kalian.

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (١٢٦)

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126)


~Yaa Allah… Jadikanlah kami istri dan ibu yang shalihah, karuniakanlah kepada kami akhalakul karimah, dan golongkanlah kami kedalam hamba-Mu yang bersabar~

Istri Shalihah, Keutamaan dan Sifat-sifatnya


بسم الله الرحمن الرحيم

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Apa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat demikian. Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.

Seorang muslim yang shalih, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.

Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.

Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak akan terwujud dengan baik terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dalam diri wanita shalihah tertanam aqidah, tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna menyiapkan generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.

Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama1 dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan perselisihan. Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata:  

“Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”

Duhai kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang haq? Wallahu Al-Musta‘an.

Keutamaan wanita shalihah

Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)

Sifat-sifat Istri Shalihah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا

“Jika sampai Nabi menceraikan kalian7, mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:

a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ

“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.

Catatan kaki:

1 Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya

2 Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)

3 Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)

4 Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)

5 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)

6 Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.

7 Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425H/2005, kategori: Mengayuh Biduk, hal. 60-65. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=222)