Sikap Ketika Berbeda Pendapat
Sebagai seorang wanita/istri dari suami kita, pasti kadangkala terbesit
di dalam hati untuk melawan, membantah dan sebagainya terhadap suami
kita sendiri. Keinginan seperti itu akan muncul ketika terjadi perbedaan
pendapat atau keinginan antara pasangan suami istri, tapi ingatlah
wahai wanita, wahai para istri hal demikian adalah salah besar, karena
selama suami-suami kita memimpin, menyuruh kita dalam hal kebaikan yaitu
baik menurut syariat maka kita wajib untuk tunduk dan taat kepada suami
kita. Terdapat banyak hadits-hadits yang meriwayatkan tentang wajibnya
kita taat kepada suami kita antara lain:
Nabi n bersabda dalam haditsnya:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا
نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا
غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita
yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan
(menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau
bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga
hartamu.” HR. Ahmad (2/168) dan Muslim (no. 3628), namun hanya sampai
pada lafadz:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
Selebihnya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (2/251, 432, 438) dan
An-Nasa’i. Demikian pula Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah z, ia berkata:
قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النِّساَءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي
تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي
نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ بِمَا يَكْرَه
Ditanyakan kepada Rasulullah n: “Wanita (istri) yang bagaimanakah yang
paling baik?” Beliau menjawab, “Yang menyenangkan suaminya bila suaminya
memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, dan ia
tidak menyelisihi suaminya dalam perkara dirinya dan tidak pula pada
harta suaminya dengan apa yang dibenci suaminya.” (Dihasankan Al-Imam
Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil no. 1786)
Dari Abu Hurairah z dari Nabi n, beliau bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang
lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
HR. At-Tirmidzi no. 1159 dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani
t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, “Hasan Shahih.”
Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan lafadznya:
لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ، لِمَا جَعَلَ اللهُ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحُقُوْقِ
“…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan atas mereka.” HR. Abu Dawud no. 2140, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud
Hadits di atas menunjukkan betapa tingginya kedudukan suami kita, dan
bila terjadi perbedaan pendapat alangkah baiknya kita mengalah dan
berpikir lagi dengan jernih sehingga kita dapat mempertimbangkan lagi
kebaikan-kebaikan dari keinginan dan pendapat suami kita.
Taat Dengan Suami = Membuat Kita Terkekang
ada orang yang berpendapat bahwa taat kepada suami kita sendiri dapat
membuat kita terkekang, tidak bisa menyalurkan bakat dan keahlian yang
dimiliki, dsb maka hal itu salah karena sesungguhnya bila kita ridho,
ikhlas menjalankan kewajiban kita sebagai seorang istri maka akan ada
balasan dari Alloh yaitu kita dapat memasuki surga-Nya dari pintu mana
saja.
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah z, ia berkata, Rasulullah n bersabda:
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan
Wanita Berhijab Tidak Perlu Berdandan/Berhias
Saya sering mendengar pendapat tentang seorang wanita yang berhijab
tidak perlu untuk mempercantik dirinya, seperti merawat rambutnya,
wajahnya, atau ada yang berpendapat "untuk apa kesalaon, toh kan ngga ada yang lihat". Pendapat
seperti ini adalah salah besar, karena seorang wanita/istri tidak boleh
untuk berhias kecuali di hadapan suaminya, malahan bila kita berhias
dan suami kita menjadi senang maka sudah sewajarnya kita berhias untuk
membahagiakan suami kita. Dan peringatan untuk para wanita yang keluar
rumah dengan tabarruj hendaknya berhati-hati dengan ancaman yang
dinyatakan Rasulullah n dalam sabdanya berikut ini:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَـمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)
Dari hadits diatas kita jadi tau bahwa anggapan dan kebiasaan orang lain
yang berhias diri ketika akan pergi keluar rumah tapi tidak pernah
memperhatikan penanmpilannya ketika di dalam rumah suaminya sendiri.
Bila kita sudah menikah sudah sepantasnya kita berusaha semaksimal
mungkin untuk berbakti dan membahagiakan suami kita dan salah satunya
adalah mempercantik diri di hadapan suami.
Sikap Kita Ketika Suami Melakukan Kesalahan
Suami kita adalah manusia biasa sama dengan kita dan manusia lainnya
yang tidak pernah luput dari kesalahan, dan apabila suami kita melakukan
sesuatu yang kesalahan maka ingatkanlah mereka dengan cara yang baik,
dan tidak menyakiti hatinya. Tapi bagaimana sikap kita jika suami kita
sudah menyinggung atau menyakiti hati kita karena sikapnya? Maka
pendapat saya: tetaplah berusaha untuk berusaha ikhlas untuk bisa
memaafkannya dan berdo'alah semoga suami kita mendapatkan hidayah dari
Alloh azawajala. Dan janganlah kita menjadikan kekurangan atau kesalahan
suami kita untuk tidak taat lagi kepada mereka. Karena bagaimanapun
suami adalah pemimpin kita yg hrus kita taati, selama dalam
kemaslahatsan.
Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،
فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ
عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ
مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ
زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ
رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. ” (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)
Janganlah kita menjadi istri yang durhaka kepada suami kita, dan
janganlah karena kesalahan mereka kita dengan mudahnya meminta cerai,
kecuali ada alasan syar'i.
Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban z, ia berkata, “Rasulullah n bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka
haram baginya mencium wanginya surga.”HR. At-Tirmidzi no. 1187, Abu
Dawud no. 2226, Ibnu Majah no. 2055, dan Ibnu Hibban no. 1320 (Mawarid),
dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, dll.
Dalam hadits yang lain:
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Istri-istri yang minta khulu’ dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.”HR. Ahmad 2/414 dan Tirmidzi no. 1186, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Tirmidzi, Ash-Shahihah no. 633, dan Al-Misykat no. 3290. Mereka adalah wanita munafik yaitu bermaksiat secara batin, adapun secara zahir menampakkan ketaatan. Ath-Thibi berkata, “Hal ini dalam rangka mubalaghah (berlebih-lebihan/sangat) dalam mencerca perbuatan demikian.” (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
Semoga Alloh menjadikan keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah
warohmah. Untuk para pembaca dan untuk saya sendiri semoga ini menjadi
bahan renungan untuk belajar bagaimana menjadi istri yang shalihah dan
disayang oleh suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar